...
Mengenal Self-Healing Concrete (SHC)_ Teknologi Canggih Untuk Beton Rusak
Mengenal Self-Healing Concrete (SHC)_ Teknologi Canggih Untuk Beton Rusak

Mengenal Self-Healing Concrete (SHC): Teknologi Canggih Untuk Beton Rusak

Kita pasti sering dibuat takjub dengan film superhero yang menampilkan bagaimana tubuh mereka bisa sembuh begitu saja dari luka. Kemudian, kita berharap kekuatan itu terjadi di dunia nyata. Namun, tahukah kamu bahwa kekuatan tersebut benar-benar ada? -MegaBaja.co.id

Jangan salah paham dulu! Kekuatan penyembuhan yang akan dibahas dalam artikel ini bukan benar terjadi pada manusia. Melainkan kekuatan self-healing concrete (SHC) yang dimiliki oleh material bangunan berupa beton.

Dalam dunia konstruksi, beton merupakan material yang paling umum digunakan untuk membangun beragam struktur seperti jalan raya hingga gedung pencakar langit. Seiring berjalannya waktu, beton rentan terhadap retak dan kerusakan. Jika sudah demikian, diperlukan biaya perbaikan yang tinggi.

Konsep beton SHC ini merupakan inovasi terbaru dalam teknologi material. Hal ini sudah seperti terobosan revolusioner yang mengubah cara pandang kita terhadap beton dan perawatan struktural. Untuk lebih jelasnya, yuk simak pemaparan di bawah ini!

Sebelum itu simak beberapa artikel terkait dengan beton, Fakta menarik dari beton porous untuk perlindungan yang optimal.

Apa itu Self-Healing Concrete?

Apa itu Self-Healing Concrete?
Apa itu Self-Healing Concrete?, sumber: sensicon.co.uk

Self-healing concrete atau beton penyembuh diri, adalah jenis beton yang mampu memperbaiki retakan kecil secara mandiri tanpa campur tangan manusia. Konsep ini didasarkan pada penggunaan bahan tambahan berupa campuran mikroba sebagai agen penguat beton.

Ketika retakan muncul, bakteri tersebut secara otomatis aktif untuk memperbaiki retakan dan mengembalikan struktur beton ke keadaan semula. Mikroba yang aktif akan memperbanyak diri dan melakukan metabolisme. Aktivitas tersebut memicu pembentukan presipitasi kalsium karbonat dan menghasilkan mineral yang mengisi celah retak pada beton.

Teknologi SHC memberikan dampak positif pada infrastuktur dan menguntungkan kita yang tinggal di Indonesia. Sebagai negara yang berada di wilayah ring of fire, kita sering dilanda gempa bumi di mana getarannya memicu retakan pada bangunan.

Retakan yang terjadi akan mudah dimasuki udara atau air dan membuat ketahanan bangunan melemah. Akibatnya, struktur bangunan tidak awet bahkan cenderung rusak ketika terkena guncangan ataupun tekanan.

Bagaimana Self-Healing Concrete Bekerja?

Konsep self-healing concrete didasarkan pada beberapa teknologi yang berbeda, diantaranya:

Bagaimana Self-Healing Concrete Bekerja?
Bagaimana Self-Healing Concrete Bekerja?, sumber:m-3enterprises.com

Kapsul Mikro

Formulasi self-healing concrete ini berisi bahan penyembuh, seperti bakteri Bacillus atau Sporosarcin, dan bahan kimia aktif. Ketika terjadi retakan, kapsul ini akan pecah dan bakteri autotrof akan diaktifkan.

Mereka mulai mengkonsumsi senyawa anorganik seperti karbon dioksida (CO2) yang terkandung dalam retakan dan menghasilkan kalsium karbonat (CaCO3) melalui reaksi kimia. Apabila celah sudah terisi, maka bakteri akan kembali pada fase dormansi dan akan aktif kembali apabila terjadi retakan baru.

Selain itu, teknologi ini memiliki kemampuan dalam upaya mengurangi dampak pemanasan global. Faktanya, mikroba ini mampu menyerap gas CO2 yang ada di atmosfer. Namun, perlu diingat bahwa pertumbuhan mikroba akan menyesuaikan dengan lingkungannya. Mikroba yang berasal dari tempat atau negara lain belum tentu bekerja dengan baik di iklim Indonesia.

Serat Polimer

Serat serpih atau serat polimer sintetis ditambahkan ke dalam campuran beton selama pembuatan sehingga serat-serat ini tersebar di seluruh beton. Ketika beton mengalami tekanan atau muncul retakan, serat polimer berperan sebagai jaring internal. Mereka dapat menahan dan mencegah retakan agar tidak membesar.

Nanoteknologi

Beberapa negara maju seperti China, India, Korea Selatan, dan Jepang, telah mengembangkan penggunaan nanoteknologi dalam bahan campuran pembuatan beton. Praktiknya, digunakan nanopartikel berukuran sangat kecil, bahkan jauh lebih kecil dari butiran pasir.

Partikel ini terdiri dari bahan seperti silika atau kalsium karbonat yang teraktivasi ketika terjadi retakan pada permukaan beton. Bahan ini membantu mengembalikan integritas struktural beton yang rusak dengan memulai reaksi kimia di dalamnya. Misal, dalam kasus penggunaan kalsium karbonat. CO2 dalam retakan bereaksi dengan kalsium karbonat, membentuk kalsium karbonat padat.

Cara penggunaanya cukup terbilang sederhana. Nanopartikel berukuran kecil ini dicampur ke dalam adonan beton yang dapat didistribusikan secara merata di seluruh beton. Dengan penggunaan nanoteknologi, self-healing concrete menjadi lebih tahan terhadap keretakan dan perubahan lingkungan, sehingga umur beton dapat diperpanjang.

Keuntungan Self-Healing Concrete

Aplikasi self-healing concrete pada bangunan memiliki beberapa keuntungan yang akan kita rasakan secara langsung. Diantaranya sebagai berikut:

  1. Perpanjangan umur bangunan karena kemampuan beton untuk memperbaiki diri sendiri.
  2. Keamanan struktural meningkat sehingga mengurangi risiko kegagalan dan membahayakan keselamatan publik.
  3. Mengurangi biaya perawatan dengan meminimalkan perluasan kerusakan dan memperbaiki retakan secara mandiri. Self-healing concrete dapat mengurangi biaya perawatan rutin dan perbaikan yang diperlukan pada beton konvensional.
  4. Dampak lingkungan yang lebih rendah dengan memperpanjang masa pakai beton. Tindakan tersebut dapat mengurangi limbah konstruksi serta dampak lingkungan negatif dari perbaikan struktural yang sering diperlukan dengan penggunaan bahan baku bangunan.

Aplikasi Self-Healing Concrete pada Konstruksi

Teknologi ini dapat diterapkan dalam berbagai proyek konstruksi. Misalnya pada pembangunan jalan raya dan jembatan, kemampuan SHC dapat memperbaiki retakan akibat tekanan dan perubahan suhu. Terutama di daerah dengan kontur permukaan tanah yang lembek dan dapat membuat permukaan jalan atau beton cepat rusak.

Aplikasi Self-Healing Concrete pada Konstruksi
Aplikasi Self-Healing Concrete pada Konstruksi

Kondisi beban struktural yang tinggi pada konstruksi gedung pun mampu dipastikan keamanannya apabila melibatkan penggunaan SHC. Tidak hanya itu, biaya perawatan gedung dalam jangka panjang juga dapat diminimalisir.

Pada royek-proyek insfrastruktur air seperti bendungan dan irigasi, SHC dapat membantu memastikan kekokohan struktur dan mengurangi risiko kebocoran atau kerusakan. Sama halnya dalam lingkungan industri yang keras, SHC mampu memangkas biaya perbaikan karena keausan maupun tekanan eksternal.

Tantangan dalam Penerapan Self-Healing Concrete

Selain keunggulan dan manfaat yang telah disinggung sebelumnya, pada kenyataannya kita tidak dapat mengelak adanya tantangan dalam penerapan SHC. Kendala yang dihadapi antara lain:

Biaya

Self-healing concrete cenderung lebih mahal daripada beton konvensional. Hal ini disebabkan karena melibatkan bahan tambahan seperti mikrokapsul, bakteri, atau nanomaterial.

Pengetahuan dan keterampilan teknis

Yang lebih perlu diperhatikan dalam perencanaan, penggunaan, dan pemeliharaan SHC merupakan pengetahuan dan keterampilan teknisnya. Kita harus memperhitungkan biaya untuk melakukan pelatihan terhadap insinyur dan kontraktor agar mereka dapat memiliki keterampilan tersebut.

Infrastruktur dan sumber daya yang tidak memadai

Sayangnya infrastruktur dan sumber dayanya belum cukup untuk mendukung teknologi SHC di semua daerah di Indonesia. Maka dari itu hal ini menjadi salah satu tantangan besar untuk mengaplikasikan SHC di berbagai konstruksi yang ada di Indonesia walaupun tidak bisa dikatakan mustahil terjadi.

Minim sumber daya lokal

Selanjutnya adalah minimnya sumber daya lokal dan beberapa komponen seperti bakteri atau nanomaterial yang mungkin saja tidak tersedia secara lokal di Indonesia. Sedangkan untuk melakukan impor komponen ini bisa menjadi tantangan lain dalam hal logistik, biaya, dan belum tentu cocok dengan iklim di Indonesia.

Perlunya meningkatkan regulasi dan standar

Selain itu, perlu regulasi tingkat tinggi dengan standar yang mumpuni yang sesuai untuk self-healing concrete. Jika regulasi harus memiliki kejelasan, maka standar kualitas harus tercapai agar penggunaannya bisa lebih luas dan mutu terjamin.

Edukasi dan kesadaran

Di Indonesia sendiri, edukasi tentang manfaat self-healing concrete dan penggunaannya perlu ditingkatkan di kalangan pemangku kepentingan. Termasuk diantaranya kontraktor, pengembang, dan pemerintah.

Pemeliharaan dan perawatan

Self-healing concrete sendiri harus lebih diperhatikan dalam pemeliharaan dan perawatannya agar teknologi ini tetap efektif dalam memperbaiki kerusakan pada beton.

Kebijakan pemerintah

Tantangan selanjutnya terdapat pada kebijakan pemerintahan yang mampu berperan sebagai dukungan dan insentif yang dapat mendorong penggunaan SHC dalam berbagai pembangunan di Indonesia.

Self-healing concrete diharapkan akan menjadi salah satu solusi utama dalam membangun infrastruktur yang lebih tahan lama dan ramah lingkungan di masa mendatang. Tentunya harus ditunjang dengan melakukan penelitian yang terus berlanjut serta adanya peningkatan teknologi.

Teknologi ini bukan hanya merupakan inovasi dalam konstruksi. Melainkan representasi dari potensi revolusioner teknologi material untuk menciptakan masa depan yang lebih aman, tahan lama, dan berkelanjutan. Dengan terus mengembangkan konsep ini, kita dapat membangun dunia yang lebih kokoh, berkelanjutan, dan inovatif. Semoga bermanfaat, ya!

Just an ordinary people.